Ihsan kepada manusia adalah berbuat baik kepada orang lain dengan niat yang tulus, tanpa pamrih dan penuh kasih sayang. Sikap ihsan ini pernah dicontohkan oleh Nabi Saw di masa hidupnya hingga menjelang wafatnya.
Al-kisah, di sudut pasar Madinah Al-Munawwarah ada seorang pengemis buta beragama Yahudi yang setiap harinya berharap belas kasih dari orang yang datang menghampirinya. Setiap ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.
Anehnya, setiap pagi Rasulullah Saw mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun beliau menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw hingga menjelang wafatnya. Setelah Rasulullah Saw wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap paginya kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah ra. Beliau bertanya kepada anaknya. “Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan”! Aisyah ra menjawab pertanyaan ayahnya. “Wahai ayahanda ! Engkau adalah seorang ahli sunnah yang hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abubakar ra. “Wahai ayahanda, setiap pagi Rasulullah Saw selalu pergi ke ujung pasar Madinah dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana”, kata Aisyah ra.
Keesokan harinya Abubakar ra. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis buta itu marah sambil berteriak, “Siapakah kamu ?”. Abubakar r.a menjawab, “aku orang yang biasa”. “Bukan ! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku, makanan yang dibawanya tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar ra. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu kini telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah Saw.
Setelah pengemis buta itu mendengar cerita Abubakar ra. bahwa selama ini yang menyuapinya setiap pagi adalah Nabi Muhammad saw, ia pun menangis dan kemudian berkata: benarkah demikian? Pengemis buta itu pun penasaran dan merasa sangat bersalah. Dengan menangis tersedu-sedu dan penuh penyesalan, ia berucap: “Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tetapi ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…dan sangat penyayang”.
Pengemis Yahudi buta itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar ra. Ia kemudian masuk Islam. (Syekh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, Hayatus Shahabah)
Dalam kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sejatinya sikap ihsan kepada sesama manusia adalah bersikap lembut dan kasih sayang kepada orang lain, meski orang lain tersebut pernah memperlakukan dirinya dengan tidak baik. Mengenai sikap ihsan kepada manusia ini, Nabi Saw pernah bersabda:
قال النبي صلى الله عليه وسلم : « إِنَّمَا اْلإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ ، لَيْسَ اْلإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْكَ » (تفسير ابن أبي حاتم)
Nabi Saw bersabda: “sesungguhnya ihsan itu adalah engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat buruk kepadamu. Dan tidaklah disebut ihsan jika engkau berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu (Tafsir Ibn Abi Hatim, Vol.54 hal.119)
Allah suka kepada manusia yang bisa bersikap ihsan kepada sesama manusia, lebih-lebih jika sikap ihsan itu dilakukan terhadap kedua orang tuanya. Secara khusus Allah memerintahkannya dengan firmanNya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (QS. Al Isra, 23)
Betapa mulianya berbuat ihsan kepada kedua orang tua hingga Nabi Saw bersabda:
رِضَى اللَّهِ فِي رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اللَّهِ فِي سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ
Ridha Allah tergantung kepada ridha kedua orang tua dan murka Allah tergantung kepada murka kedua orang tua (HR. Al-Tirmidzi. Ibn Hibban dan al-Hakim mensahihkannya).
Di sini Allah dan RasulNya menegaskan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berbuat ihsan kepada sesama manusia, terutama kepada kedua orang tuanya.
Ihsan kepada manusia
Senin, 18 November 2013 | 0 komentar
Related Games
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
- Unknown
Tidak ada komentar:
Posting Komentar